cover
Contact Name
Dodik Setiawan Nur Heriyanto
Contact Email
dodiksetiawan@uii.ac.id
Phone
+6287738216661
Journal Mail Official
plr.editor@uii.ac.id
Editorial Address
Doctorate Program Faculty of Law Universitas Islam Indonesia Jalan Cik Dik Tiro No. 1, Yogyakarta
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Prophetic Law Review
ISSN : 26862379     EISSN : 26863464     DOI : https://dx.doi.org/10.20885
Core Subject : Humanities, Social,
Prophetic Law Review is a law journal published by the Faculty of Law Universitas Islam Indonesia. The primary purpose of this journal is to disseminate research, conceptual analysis, and other writings of scientific nature on legal issues by integrating moral and ethical values. Articles published cover various topics on Islamic law, International law, Constitutional law, Private law, Criminal law, Administrative law, Procedural law, Comparative law, and other law-related issues either in Indonesia or other countries all over the world. This journal is designed to be an international law journal and intended as a forum for a legal scholarship which discusses ideas and insights from law professors, legal scholars, judges, and practitioners.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 1: June 2023" : 6 Documents clear
Itar And The Security Exception: Lessons For Developing Indonesian Defensive Satellites Aris Rahmat Juliannoor; Sefriani
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art1

Abstract

Outer space technological development, pioneered by military superpowers including the USA, China, and Russia gives other countries a variety of technologies which they have chosen to use to strengthen their national defence. “The higher the demand, the more expensive it gets.” A country is free to choose what technology to use, but the producer controls who can use their technology. Policies to limit or control space-technology is most clearly reflected by USA policy, named ITAR (International Trade in Arms Regulation), which enables the USA to choose who is able to avail themselves of space technology. A quasi-arbitrary policy like ITAR has harmed the spirit and the soul of international trade law which empowers the “free trade” market that is happening in today’s world. Policy alike has made the US gripped other countries like Indonesia and made them ‘dependence’ on their sophisticated technology and deprived other state’s sovereignty on their space technology, eventually. This study analysed this unprecedented subject through the lens of International Law, especially International Trade Law, encompassing related laws like GATT (General Agreement on Tariffs and Trades) and related precedents on WTO (World Trade Organization) DSB (Dispute Settlement Body) judicial decisions. The results of analysis through international law, assisted with dependence theory and world-system theory (1) categorize the related policy as a violation of GATT, specifically to Article XXI (b) point (ii) about security exception and (2) for the future of Indonesian outer space development, this country should utilize a security exception clause to release itself from the atrocities of ITAR policy or other similar policies.Keywords: Outer Space, Dependence, International Law, and Policy. Itar Dan Pengecualian Keamanan: Pelajaran Untuk Membangun Satelit Pertahanan Indonesia AbstrakPerkembangan teknologi luar angkasa yang dipelopori oleh negara-negara adidaya militer termasuk Amerika Serikat, China, dan Rusia memberi negara-negara lain berbagai teknologi yang mereka pilih untuk digunakan untuk memperkuat pertahanan nasional mereka. “Semakin tinggi permintaan, semakin mahal harganya.” Suatu negara bebas memilih teknologi apa yang akan digunakan, tetapi produsen mengontrol siapa yang dapat menggunakan teknologi mereka. Kebijakan untuk membatasi atau mengendalikan teknologi luar angkasa paling jelas tercermin dalam kebijakan AS, yang disebut ITAR (International Trade in Arms Regulation), yang memungkinkan AS untuk memilih siapa yang dapat memanfaatkan teknologi luar angkasa. Kebijakan semi-arbitrer seperti ITAR telah mencederai semangat dan jiwa hukum perdagangan internasional yang memberdayakan pasar “perdagangan bebas” yang terjadi di dunia saat ini. Kebijakan serupa telah membuat AS mencengkeram negara lain seperti Indonesia dan membuat mereka 'ketergantungan' pada teknologi canggih mereka dan pada akhirnya mencabut kedaulatan negara lain atas teknologi luar angkasa mereka. Studi ini menganalisis subjek yang belum pernah terjadi sebelumnya ini melalui lensa Hukum Internasional, khususnya Hukum Perdagangan Internasional, yang mencakup undang-undang terkait seperti GATT (Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan) dan preseden terkait pada keputusan yudisial WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) DSB (Badan Penyelesaian Sengketa). Hasil analisis melalui hukum internasional dibantu dengan teori ketergantungan dan teori sistem dunia (1) mengkategorikan kebijakan terkait sebagai pelanggaran GATT, khususnya Pasal XXI (b) poin (ii) tentang pengecualian keamanan dan (2) untuk masa depan pembangunan luar angkasa Indonesia, negara ini harus menggunakan klausul pengecualian keamanan untuk melepaskan diri dari kekejaman kebijakan ITAR atau kebijakan serupa lainnya.Kata kunci: Luar Angkasa, Ketergantungan, Hukum Internasional, dan Kebijakan.
Maqashid Sharia As The Basis For Decision Making Of Corporate Social Responsibility Based On A Prophetic Legal Paradigm Jejen Hendar
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art6

Abstract

In principle, corporate social responsibility (CSR) is a company’s commitment to participate in building a sustainable economy to improve the quality of life and the environment for the benefit of the company, the community, and the surrounding environment. In practice, however, many CSR programs are merely oriented towards the fulfilment of company obligations, which certainly affects the quality of CSR implementation. The prophetic legal paradigm is one perspective for carrying out activities derived from the divine order, based on three basic principles: amar ma’ruf (humanization), nahi munkar (an order to stay away from the things of faith and claimed disadvantages of Islam/liberation) and tu’minuna billah (transcendence). In this study these three principles are linked to the objectives of Islamic law known as maqashid sharia constituting different levels of implementation: dharuriyyat (essential needs), hajiyyat (complementary needs) and tahsiniyyat (tertiary needs).Keywords: CSR, Prophetic Law, Maqashid Syariah, decisions Maqashid Syariah Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdasarkan Paradigma Hukum Profetik AbstrakPada prinsipnya, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah komitmen perusahaan untuk berpartisipasi dalam membangun ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan untuk kepentingan perusahaan, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Namun dalam praktiknya, banyak program CSR yang hanya berorientasi pada pemenuhan kewajiban perusahaan, yang tentunya berdampak pada kualitas pelaksanaan CSR. Paradigma hukum profetik merupakan salah satu cara pandang untuk melaksanakan kegiatan yang bersumber dari perintah Tuhan, berdasarkan tiga prinsip dasar: amar ma'ruf (humanisasi), nahi munkar (perintah menjauhi hal-hal yang bersifat keimanan dan mengklaim merugikan Islam/ pembebasan) dan tu'minuna billah (transendensi). Dalam kajian ini ketiga prinsip tersebut dikaitkan dengan tujuan hukum Islam yang dikenal dengan maqashid syariah yang memiliki tingkatan pelaksanaan yang berbeda: dharuriyyat (kebutuhan esensial), hajiyyat (kebutuhan pelengkap) dan tahsiniyyat (kebutuhan tersier).Kata kunci: CSR, Hukum Nabi, Maqashid Syariah, keputusan.
Invoking International Human Rights Law To Prevent Statelessness Of International Refugee Children Born In Indonesia Feby Dwiki Darmawan; Dodik Setiawan Nur Heriyanto
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art2

Abstract

The right to a nationality is an essential human right. The importance of having a nationality lies in the fact that it is a necessary condition for the protection and enjoyment of certain basic human rights. Consequently, the failure to fulfil the right of a child to get citizenship will have an impact on the fulfillment of their basic rights. This study explores the urgency of granting citizenship status for the statelessness of international refugee children born in Indonesia, and Indonesia’s responsibility to fulfill the right to a nationality for International Refugee children born in Indonesia under International Human Rights Law. This type of research is normative research using statutory and conceptual approaches. The results of this study indicate that, under international human rights law, everyone has the right to have citizenship and be recognized by their nationality from birth, including children born to refugees. Citizenship status in a person has become a practical prerequisite to be able to obtain respect, protection, and optimal fulfillment of human rights. Indonesian laws and regulations provide two approaches to obtaining citizenship status for refugee children born in Indonesia. The first solution is to prevent citizenship through positive law, and the second solution is to provide citizenship through naturalization. It is hoped that the Indonesian government will be proactive in fulfilling its obligation to provide Indonesian citizenship rights in refugee children’s best interests, and the Indonesian government is expected to ratify the 1954 and 1961 Refugee Conventions.Keywords: Human Rights, Right to a Nationality, Citizenship, Stateless. Mengundang Hukum Hak Asasi Manusia Internasional Untuk Mencegah Kewarganegaraan Terhadap Anak Pengungsi Internasional yang Lahir Di Indonesia AbstrakHak atas kewarganegaraan adalah hak asasi manusia yang esensial. Pentingnya memiliki kewarganegaraan terletak pada kenyataan bahwa itu adalah syarat yang diperlukan untuk perlindungan dan penikmatan hak asasi manusia tertentu. Konsekuensinya, tidak terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan kewarganegaraan akan berdampak pada pemenuhan hak dasarnya. Kajian ini mengeksplorasi urgensi pemberian status kewarganegaraan bagi anak pengungsi internasional yang lahir di Indonesia yang tidak berkewarganegaraan, dan tanggung jawab Indonesia untuk memenuhi hak kewarganegaraan bagi anak Pengungsi Internasional yang lahir di Indonesia berdasarkan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan statutoria dan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional, setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan dan diakui kewarganegaraannya sejak lahir, termasuk anak yang lahir dari pengungsi. Status kewarganegaraan pada diri seseorang telah menjadi prasyarat praktis untuk dapat memperoleh penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia secara optimal. Peraturan perundang-undangan Indonesia memberikan dua pendekatan untuk memperoleh status kewarganegaraan bagi anak-anak pengungsi yang lahir di Indonesia. Solusi pertama adalah mencegah kewarganegaraan melalui hukum positif, dan solusi kedua adalah memberikan kewarganegaraan melalui naturalisasi. Pemerintah Indonesia diharapkan proaktif dalam memenuhi kewajibannya untuk memberikan hak kewarganegaraan Indonesia untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak pengungsi, dan pemerintah Indonesia diharapkan dapat meratifikasi Konvensi Pengungsi tahun 1954 dan 1961.Kata kunci: Hak Asasi Manusia, Hak atas Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Tanpa Kewarganegaraan.
Risk Allocation In International, European, And Turkish Business Law Caglar Sahin
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art4

Abstract

There are differences in risk allocation in agreements under the civil law and common law systems. However, similar case law on overseas sales in international business law remain apparent. Therefore, INCOTERMS has a significant impact in this regard. In addition, this effect is sometimes seen in determining the ownership rights as well. The question here is how can the same result from the viewpoint of the passing of risk and property be obtained for all parties in international business law. In this study, the Author used a comparative method by comparing the French, German, Turkish, and English laws, and the United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods on risk allocation in the sale of goods. Also, case laws were analyzed and compared to find out the main differences in practice. In addition, the effects of the use or absence of INCOTERMS in practice were discussed. As a result, it is better to utilize the Free on Board; and Cost, Insurance and Freight INCOTERMS, as well as the jurisdiction clauses in their contracts for business parties to reach the same result in terms of the passing of risk and property.Keywords: Risk Allocation, Ownership, INCOTERMS. Alokasi Risiko Dalam Hukum Bisnis Internasional, Eropa, Dan Turki AbstrakAda perbedaan dalam alokasi risiko dalam perjanjian di bawah hukum perdata dan sistem hukum umum. Namun, kasus hukum serupa tentang penjualan di luar negeri dalam hukum bisnis internasional tetap terlihat. Oleh karena itu, INCOTERMS memiliki dampak yang signifikan dalam hal ini. Selain itu, efek ini terkadang terlihat dalam menentukan hak kepemilikan juga. Pertanyaannya di sini adalah bagaimana hasil yang sama dari sudut pandang pengalihan risiko dan properti dapat diperoleh untuk semua pihak dalam hukum bisnis internasional. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode komparatif dengan membandingkan hukum Perancis, Jerman, Turki, dan Inggris, dan United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods tentang alokasi risiko dalam penjualan barang. Juga, hukum kasus dianalisis dan dibandingkan untuk mengetahui perbedaan utama dalam praktiknya. Selain itu, efek dari penggunaan atau tidak adanya INCOTERMS dalam praktik juga dibahas. Akibatnya, lebih baik menggunakan Free on Board; dan Biaya, Asuransi dan INCOTERMS Pengangkutan, serta klausul yurisdiksi dalam kontrak mereka untuk pihak bisnis untuk mencapai hasil yang sama dalam hal pengalihan risiko dan properti.Kata kunci: Alokasi Risiko, Kepemilikan, INCOTERMS.
Between Freedom And Protection: A Critical Review Of Indonesia’S Cyberspace Law Haekal Al Asyari
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art5

Abstract

Following the COVID-19 pandemic, dependency on the internet—notably, the utilization of cyberspace—has increased, amplifying the virtual domain to a prominent role in everyone’s everyday life. As a country with one of the highest number of internet users in Asia, Indonesia faces challenges of unequal access, limits on content, data privacy, data security, and digital literacy. Given that cyberspace infrastructure is shared between governments, corporations, individuals, and telecommunication providers while individual countries govern the networks, the Indonesian government is under its own exclusive authority to legislate and create policies governing Indonesia’s cyberspace. There has been significant progress toward a legal framework of Indonesia’s cyberspace law, such as the enactment of the Personal Data Protection Law. Unfortunately, such progress is far from being effective. It is evident from Indonesia’s fragmented laws, response-driven policies, and the numerous cyber incidents that have occurred only within the past years. This article investigates Indonesia’s legal-philosophical position in governing the cyberspace. By using a normative methodology, this research crystallizes Indonesia’s position between the freedom or the protectionist approach through analyzing the existing cyberspace regulations. The result of this study shows that Indonesia is somewhere in the middle of liberalizing its cyberspace and protecting it for its national interest. This position could bring both advantages and disadvantages to Indonesia’s cyberspace development.Keywords: Cyberspace, Freedom, Indonesia, Protection. Antara Kebebasan dan Perlindungan: Tinjauan Kritis Terhadap Hukum Dunia Maya Indonesia AbstrakSetelah pandemi COVID-19, ketergantungan pada internet—terutama pemanfaatan dunia maya—telah meningkat, memperkuat domain virtual menjadi peran penting dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. Sebagai negara dengan salah satu pengguna internet terbanyak di Asia, Indonesia menghadapi tantangan berupa ketimpangan akses, batasan konten, privasi data, keamanan data, dan literasi digital. Mengingat bahwa infrastruktur dunia maya dibagi antara pemerintah, perusahaan, individu, dan penyedia telekomunikasi sementara masing-masing negara mengatur jaringan, pemerintah Indonesia berada di bawah otoritas eksklusifnya sendiri untuk membuat undang-undang dan membuat kebijakan yang mengatur dunia maya Indonesia. Ada kemajuan signifikan menuju kerangka hukum hukum dunia maya Indonesia, seperti pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sayangnya, kemajuan tersebut jauh dari efektif. Hal ini terlihat dari undang-undang Indonesia yang terfragmentasi, kebijakan yang digerakkan oleh tanggapan, dan banyaknya insiden dunia maya yang terjadi hanya dalam beberapa tahun terakhir. Artikel ini mengkaji posisi filosofis hukum Indonesia dalam mengatur dunia maya. Dengan menggunakan metodologi normatif, penelitian ini mengkristalkan posisi Indonesia di antara pendekatan kebebasan atau proteksionis melalui analisis regulasi dunia maya yang ada. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di tengah-tengah liberalisasi dunia maya dan melindunginya untuk kepentingan nasionalnya. Posisi ini dapat membawa keuntungan dan kerugian bagi perkembangan dunia maya Indonesia.Kata kunci: Cyberspace, Kebebasan, Indonesia, Perlindungan.
Consumer Bankruptcy Regimes In Europe Tamás Fézer; Nikolett Zoványi
Prophetic Law Review Vol. 5 No. 1: June 2023
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/PLR.vol5.iss1.art3

Abstract

Consumer over-indebtedness has been a problem in Europe especially since the 2008 financial crisis. Legal procedures addressing consumer insolvency were scarce and sporadic prior to 2008, however, legislation have accelerated in most Member States of the European Union in the past fifteen years. In lack of any harmonization in the area of consumer bankruptcy in the EU, Member States, while learning from each other in some instances, established their own procedures and regulatory frameworks. The paper attempts to map the various approaches in addressing consumer over-indebtedness looking for common cores to serve as a base for a future legislation in an EU level. The research follows a comparative method mostly relying on the analysis of the relevant norms in the Member States of the EU also wandering to the territory of the sociology of law. The paper concludes the consumer bankruptcy regimes in Europe can be categorized easily and show similarities mostly in the identification of the vulnerable groups and in the legal consequences of the procedures. This finding proves there is ground for the European Commission to propose legislation, preferably in the form of a directive of the Council and of the European Parliament, to ensure a harmonized approach in the field of consumer bankruptcy procedures.Keywords: Consumer bankruptcy, consumer law, European Union law, insolvency. Rezim Kebangkrutan Konsumen Di Eropa AbstrakUtang berlebih konsumen telah menjadi masalah di Eropa terutama sejak krisis keuangan 2008. Prosedur hukum yang menangani kebangkrutan konsumen langka dan sporadis sebelum tahun 2008, namun, undang-undang telah dipercepat di sebagian besar Negara Anggota Uni Eropa dalam lima belas tahun terakhir. Karena kurangnya harmonisasi di bidang kebangkrutan konsumen di UE, Negara-negara Anggota, sambil belajar dari satu sama lain dalam beberapa kasus, menetapkan prosedur dan kerangka peraturan mereka sendiri. Makalah ini mencoba untuk memetakan berbagai pendekatan dalam menangani konsumen yang terlilit hutang yang mencari inti umum untuk menjadi dasar undang-undang masa depan di tingkat UE. Penelitian mengikuti metode komparatif yang sebagian besar mengandalkan analisis norma-norma yang relevan di Negara-negara Anggota UE yang juga mengembara ke wilayah sosiologi hukum. Makalah ini menyimpulkan rezim kebangkrutan konsumen di Eropa dapat dikategorikan dengan mudah dan menunjukkan kesamaan sebagian besar dalam identifikasi kelompok rentan dan konsekuensi hukum dari prosedur tersebut. Temuan ini membuktikan adanya dasar bagi Komisi Eropa untuk mengusulkan undang-undang, sebaiknya dalam bentuk arahan dari Dewan dan Parlemen Eropa, untuk memastikan pendekatan yang harmonis di bidang prosedur kebangkrutan konsumen.Kata kunci: Kebangkrutan konsumen, hukum konsumen, hukum Uni Eropa, kebangkrutan.

Page 1 of 1 | Total Record : 6